Gugatan ini karena seorang penumpang bernama Lutfi dan rekannya menunjukkan dokumen perjalanan pejabat yang tidak diverifikasi dan disertai dengan surat izin keluar masuk (SIKM). Memproses berkas Luthfi dan rekan-rekannya karena tidak mendampingi. Pada level emosional, ketika dokumen ditolak, Lutfi dan rekan-rekannya memprotes sikap petugas, tidak memberikan penjelasan rinci kepada calon penumpang tersebut, mereka hanya meminta calon penumpang untuk membaca pemberitahuan dari Pokja 13 pada penanganan Covid19.
Mulai 2021, larangan 2021 Larangan mudik saat Ramadan dan Idul Fitri pada 6-17 Mei 1442 H, disisipkan di samping postingan yang disematkan. Lutfi dan rekan-rekannya menyerah dengan kasar dan harus menunda penerbangan mereka hingga hari ketiga larangan perjalanan. Selain itu, Lutfi dan rekan-rekannya juga bingung dan tidak bisa pergi sampai mereka diizinkan pergi. Karena pekerjaan mereka di Sorong telah selesai, mereka memiliki tempat tinggal kembali. Akomodasi SIKMSementara itu, Herlin Sasabone, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Sorong, menyampaikan penyesalannya kepada beberapa penumpang yang tidak mengetahui alasan perjalanan ke daerah tersebut dalam kasus ini.
Larangan nasional untuk kembali ke rumah. Menurut Herring, pemberitahuan tentang larangan mudik itu muncul jauh sebelum larangan itu diterapkan: “Kami menyayangkan hal ini! Padahal, itu adalah Pengumuman Satgas Nomor 13 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa pemudik harus memenuhi Jika membatalkan perjalanan pulang, silakan bertemu. Jadi kalau mereka bilang tidak tahu, sayang sekali. Ini peraturan nasional. Saat ini kami sedang memperkuat kepatuhan di bidang-bidang ini,” kata Herlin. Pada hari ketiga larangan mudik, tujuh calon penumpang tidak keluar dari Bandara Domine Eduard Osok Kota Sorong karena tidak memenuhi persyaratan. Aktivitas di Bandara Sorong Domine Eduard Osok juga tampak sepi. Saat loket tiket dan loket tiket juga tutup, penumpang masuk ke terminal keberangkatan.