Kamis, 22 Juli 2021

Dalam episode "I'm Not a Virus", empat artis Indonesia Jayanto Tan yang menentang rasisme di Australia

 Dalam episode "I'm Not a Virus", empat artis Indonesia Jayanto Tan yang menentang rasisme di Australia sedang berada di kereta untuk bekerja, seseorang mengatakan kepadanya bahwa dia berasal dari "mayoritas". Atau kembali ke Wuhan," kata seorang seniman Indonesia dari Sydney, Australia. Pengalaman ini membuatnya berpikir tentang kepribadiannya dan mendorongnya untuk membuat sebuah karya seni. Saat memeriksa proyek seni berikutnya secara online, ia bertemu dengan sebuah proyek bernama "I AM NOT A VIRUS" berarti "Saya bukan virus.

" Proyek ini menampilkan karya 68 seniman dalam menanggapi rasisme selama pandemi COVID19. Ini menyatukan lima seniman Indonesia. Mereka adalah Said. Ia mengemukakan konsep seninya, dan seminggu Belakangan, Jayanto mendapat lampu hijau untuk melaksanakan proyeknya.Ia menyebut karya ini "Tiada teman kecuali hantu (Tseng Beng)", yang merupakan hasil dari status Jayanto sebagai warga Tionghoa keturunan Batak dan Melayu.

 Ia mengatakan bahwa produk ini terbuat dari keramik dan memiliki rasa teknologi yang lebih. Dari garis bawah. “Dulu, ibu saya berkorban untuk Baba,” kenang Jayanto ayahnya, yang meninggal ketika dia baru berusia lima tahun. Ia mengatakan bahwa proses pembentukan keramik dalam karya seni ini melambangkan "proses pelunakan, pembakaran, pengeringan, pembakaran, dan pewarnaan". Jayanto mencoba membahas masalah ini dan menyampaikan gagasannya secara halus, yakni memberi sentuhan warna pada makanan yang diberikan selama ziarah ke makam orang yang dicintainya (Zeng Ming). Elina Simbolon percaya bahwa rasisme terhadap orang Australia Asia adalah "sangat parah dan menyakitkan." Dia menanggapi insiden tersebut dengan mengenakan gaun topeng hitam dengan tulisan "Negara saya adalah rasa sakit saya" atau "Negara saya adalah rasa sakit saya".